(Biology and ethology of termites)
Oleh: Rudy C Tarumingkeng, PhD
Guru Besar Institut Pertanian Bogor
Pendahuluan
Bagi masyarakat pengendali hama, pengenalan, biologi dan perilaku
(etologi) rayap merupakan pengetahuan esensial, sedangkan bagi
masyarakat umum hal ini di samping bermanfaat sebagai penambah pengetahuan
untuk menghindari kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh oleh kerusakan
terhadap bangunan habitat pemukimannya, karena dengan demikian dapat dilakukan
tindakan atau perlakuan khusus untuk mengendalikan hama perusak kayu ini.
Gambar 1. Penulis di Laboratorium Rayap Pusat Studi Ilmu Hayati IPB (Foto: PSIH IPB) |
Kepustakaan mengenai rayap sudah ada sejak akhir abad ke-19,
tetapi terutama berkembang selama abad ke-20. Di antara peneliti dan penulis
penting yang memberikan keterangan menyeluruh adalah : Kofoid (1946) dan
Krishna dan Weesner (1970). Masyarakat umum juga sudah memaklumi
bahwa rayap adalah serangga yang merugikan karena merusak (makan) kayu. Ini
tergambar dalam pepata lama : "bak kayu dimakan rayap" yang
mengungkapkan kehancuran, kelemahan atau deteriorasi -- atau --
"anai-anai makan di bawah" -- mengungkapkan proses kerusakan yang tak
tampak atau tersembunyi. Kedua ungkapan ini diambil dari aspek-aspek biologi
dan perilaku rayap yaitu: rayap makan kayu dan hidupnya (habitat dan proses
makannya) tersembunyi (kriptobiotik).
Di seluruh dunia jenis-jenis rayap yang telah dikenal
(dideskripsikan dan diberi nama) ada sekitar 2000 spesies (dari padanya sekitar
120 spesies merupakan hama), sedangkan di negara kita dari kurang lebih 200
spesies yang dikenal baru sekitar 20 spesies yang diketahui berperan sebagai
hama perusak kayu serta hama hutan/pertanian.
Apa yang dikemukakan selanjutnya, belum menggambarkan keseluruhan
peri kehidupan dan perilaku rayap, karena untuk menulisnya secara memadai
mungkin diperlukan dua jilid buku yang tebalnya masing-masing sekitar 600
halaman, sebagaimana suntingan Krishna dan Weesner. Perilaku rayap sebagai
serangga sosial saja jika akan dijelaskan secara menyeluruh memerlukan
pembahasan yang panjang lebar dari berbagai segi seperti perilaku makan,
membuat sarang dan liang kembara, penyerangan, komunikasi, peran feromon dalam
perkembangan (ontogenesis) dan aspek-aspek perilaku lainnya yang dalam banyak
hal agak berbeda dari serangga-serangga sosial lainnya. Derajat kemiripan dalam
bentuk dan perilaku di antara jenis-jenis rayap juga menimbulkan banyak masalah
dalam taksonomi rayap. Keadaan ini menyebabkan beberapa kasus penamaan ganda,
karena tak jarang terjadi sejenis rayap yang telah didekripsi seorang
pengarang ternyata spesies yang persangkutan telah diberi nama
sebelumnya oleh pengarang lain. Dalam banyak hal, para pengarang/pakar
taksonomi mengandalkan pada ukuran badan yang ternyata manfaatnya sangat
terbatas, demikian pula jumlah ruas antena (misalnya: Cryptotermes
javanicus Kemner, C. buiterzorgi Kalshoven dan C.
cynocephalus Light ). Oleh karenanya maka bahasan
hanya mencakup garis-garis besarnya saja. Untuk mengetahui lebih banyak dan
lebih luas pembaca memerlukan kepustakaan yang dirujuk dalam tulisan ini.
Pengenalan: semut vs. rayap
Dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal
jenis-jenis serangga yang umum kita sebut rayap. Sebutan lain yang juga umum
adalah semut putih. Di Sumatera digunakan istilah anai-anai di Jawa rangas,
sedangkan beberapa jenis rayap di daerah Jawa Barat disebut rinyuh,
sumpiyuh. Bergantung jenisnya, panjang tubuh rayap berkisar di antara 4 -
11 mm, dan umumnya individu-individu rayap yang tak bersayap berwarna
keputih-putihan. Dari sini muncul nama “semut putih”.
Di antara jenis-jenis rayap banyak yang mirip satu sama lain
sehingga bagi mereka yang belum terlatih, agak sulit membedakannya, kecuali
beberapa jenis yang umum seperti rayap kayu kering (Cryptotermes) yang
menghuni dan makan kayu kering, dan rayap subteran (seperti Macrotermes)
yang sarang koloninya umumnya terdapat dalam tanah lembab, dengan ukuran tubuh
relatif besar.
Penampilan rayap memang mirip semut. Tetapi perbedaannya cukup
banyak, bahkan semut merupakan salah satu musuh utama dari rayap. Dari segi
sistematika/filogenetika semut mendekati golongan lebah, sehingga kedua
serangga ini dicakup dalam Ordo Hymenoptera (bersayap selaput).
Gambar 2: Semut (kiri) dan prajurit rayap (kanan).
(Arsip PSIH IPB).
Jika kita mengamati seekor semut atau seekor lebah, secara
morfologik tampak batas yang jelas antara bagian "dada" (toraks) dan
"perut" (abdomen), bahkan pada beberapa jenis lebah batas ini
demikian mencolok sehingga menggenting (dengan pinggang yang sangat kecil).
Pada jenis-jenis rayap, batas antara toraks dan abdomen kurang jelas, atau
secara awam kita katakan "rayap tidak memiliki pinggang yang ramping".
Individu bersayap yang lazim disebut laron (atau sulung, alata, alates ),
memiliki sepasang sayap yang dalam keadaan diam cara melipatnya memanjang lurus
ke belakang, seperti halnya jenis-jenis belalang dan lipas berbeda
dengan Hymenoptera yang terlipat dalam beberapa simpul, sebelum memanjang ke
belakang. Bedasarkan tekstur dan struktur sayap maka rayap digolongkan dalam
satu ordo tersendiri yaitu Isoptera (bersayap sama).
Dari perilaku hidupnya, perbedaan utama antara rayap dengan semut
adalah, semut mencari makan lebih "terbuka", sedangkan rayap selalu
"tertutup", menutup jalur-jalur kembaranya dengan bahan-bahan tanah.
Perkembangan hidup rayap adalah melalui metamorfosa hemimetabola , yaitu
secara bertahap, yang secara teori melalui stadium (tahap pertumbuhan) telur,
nimfa dan dewasa. Walaupun stadium dewasa pada serangga umumnya terdiri atas
individu-individu bersayap (laron), karena sifat polimorfismenya maka di
samping bentuk laron yang bersayap, stadium dewasa rayap mencakup juga kasta
pekerja yang bentuknya seperti nimfa yang berwarna keputih-putihan, dan kasta
prajurit yang berbentuk khusus dan berwarna lebih kecoklatan. Sedangkan pada
semut perkembangannya adalah holometabola, yaitu melalui tahap-tahap
pertumbuhan telur, larva, nimfa dan dewasa (alates dan pekerja yang
tak bersayap).
Sebaran dan makanan
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika.
Namun sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate ) dengan
batas-batas 50o LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan
mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Makanan
utamanya adalah kayu atau bahan yang terutama terdiri atas selulosa. Dari
perilaku makan yang demikian kita menarik kesimpulan bahwa rayap termasuk
golongan makhluk hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat bermanfaat
bagi kelangsungan kehidupan dalam ekosistem kita. Mereka merupakan konsumen
primer dalam rantai makanan yang berperan dalam kelangsungan siklus beberapa
unsur penting seperti karbon dan nitrogen. Tapi masalahnya adalah manusia juga
merupakan konsumen primer yang memerlukan hasil-hasil tanaman bukan saja untuk
makanannya tetapi juga untuk membuat rumah dan bangunan-bangunan lain yang
diperlukannya. Di sinilah letak permasalahannya, sehingga manusia bersaing
dengan rayap. Semula agak mengherankan para pakar bahwa rayap mampu makan
(menyerap) selulosa karena manusia sendiri tidak mampu mencernakan selulosa
(bagian berkayu dari sayuran yang kita makan, akan dikeluarkan lagi !),
sedangkan rayap mampu melumatkan dan menyerapnya sehingga sebagian besar
ekskremen hanya tinggal lignin saja. Keadaan menjadi jelas setelah ditemukan
berbagai protozoa flagellata dalam usus bagian
belakang dari berbagai jenis rayap (terutama rayap tingkat rendah:
Mastotermitidae, Kalotermitidae dan Rhinotermitidae), yang ternyata berperan
sebagi simbion untuk melumatkan selulosa sehingga rayap mampu mencernakan dan
menyerap selulosa. Bagi yang tak memiliki protozoa seperti famili Termitidae,
bukan protozoa yang berperan tetapi bakteria -- dan bahkan pada
beberapa jenis rayap seperti Macrotermes, Odontotermes dan Microtermes memerlukan
bantuan jamur perombak kayu yang dipelihara di "kebun jamur" dalam
sarangnya.
Perilaku makan
Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku
makan (feeding behavior ) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua
jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Memang ada yang relatif awet
seperti bagian teras dari kayu jati tetapi kayu jati kini semakin langka. Untuk
mencapai kayu bahan bangunan yang terpasang rayap dapat "keluar" dari
sarangnya melalui terowongan-terowongan atau liang-liang kembara yang
dibuatnya. Bagi rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari
makan sampai jauh di atas tanah), keadaan lembab mutlak diperlukan. Hal ini
menerangkan mengapa kadang-kadang dalam satu malams aja, rayap Macrotermes dan Odontoterme s telah
mampu menginvasi lemari buku di rumah atau di kantor jika fondasi bangunan
tidak dilindungi. Sebaliknya, rayap kayu kering (Cryptotermes) tidak memerlukan
air (lembab) dan tidak berhubungan dengan tanah. Juga tidak membentuk
terowongan-terowongan panjang untuk menyerang obyeknya. Mereka bersarang dalam
kayu, makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar
kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas
saja. Ada pula rayap yang makan kayu yang masih hidup dan bersarang
di dahan atau batang pohon, seperti
Neotermes tectonae yang
menimbulkan kerusakan (pembengkakan atau gembol) yang dapat menyebabkan
kematian pohon jati. Penggolongan menurut habitat atau perilaku bersarang.
Berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap
perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut :
1. Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap
yang menyerang pohon yang masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak
berhubungan dengan tanah. Contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes
tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati.
2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan
lembab, bersarang dalam kayu, tak
berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermesspp.,
famili Kalotermitidae).
3. Rayap kayu kering,
seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae), hidup
dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan
perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya
butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di
lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan
dengan tanah, karena habitatnya kering.
4. Rayap subteran, yang
umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati
atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di
Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari
famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptoterme s (Coptotermes spp.)
danSchedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macrotermes namun
perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di
dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal
saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh lembab, misalnya tetesan air
hujan dari atap bangunan yang bocor.Coptotermes pernah diamati
menyerang bagian-bagian kayu dari kapal minyak yang melayani pelayaran
Palembang-Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering
kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak
meyebabkan kerugian pada bangunan.
5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah
di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah
terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu,
serasah dan humus. Contoh-contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan
adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp.
dan Microtermesspp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat
menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai
kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm,
dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Macrotermes dan Odontotermes merupakan
rayap subteran yang sangat umum menyerang bangunan di Jakarta dan sekitarnya.
Taksonomi rayap
selayang pandang
Taksonomi atau penggolongan jenis-jenis rayap merupakan salah satu
misteri dunia insekta karena tingginya tingkat kemiripan antar jenis rayap
dalam masing-masing famili. Kiranya kita tak perlu sangat memusingkan
jenis-jenis (spesies) rayap ini. Hal yang penting adalah dapat mengenal
tipe-tipe seperti telah disebut di muka. Pada umumnya rayap yang terdapat dalam
satu kategori memiliki kemiripan dalam hampir semua segi perilakunya, sehingga
metoda pengendalianyapun dapat disamakan.
Dapat dikatakan bahwa
terdapat tiga famili rayap perusak kayu (yang dianggap sebagai hama), yaitu famili Kalotermitidae,
Rhinotermitidae dan Termitidae. Kalotermitidae diwakili olehNeotermes
tectonae (hama pohon jati) dan Cryptotermes spp.
(rayap kayu kering); Rhinotermitidae oleh Coptotermes spp dan Schedorhinotermes,sedangkanTermitidae
olehMacrotermes spp., Odontotermes spp. dan Microtermes spp.).
Masih banyak jenis-jenis rayap yang juga penting tetapi agak jarang dijumpai
menyerang bangunan. Misalnya jenis-jenisNasutitermes (famili
Termitidae), yang pada dahi prajuritnya terdapat "tusuk" (seperti
hidung: nasus, nasute), dan mampu melumpuhkan lawannya bukan dengan
menusuknya tetapi meyemprotkan cairan pelumpuh berwarna putih, melalui saluran
dalam "tusuk"nya.
Beberapa jenis Rayap |
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh cara mendeterminasi
jenis rayap perusak kayu, dapat digunakan kunci yang disusun penulis (lihat
kepustakaan nomor 7 pada akhir tulisan ini).
Koloni rayap --
masyarakat kriptobiotik
Rayap ratu dan pekerja |
Jika kita menilik kehidupan rayap, kita tak akan menjumpai seekor
rayap yang mengembara sendirian seperti halnya kupu-kupu yang terbang
solo atau kumbang yang makan sendirian (soliter). Sebagai serangga
sosial rayap hidup dalam masyarakat yang disebut koloni. Jika kita
hendak menguji keampuhan obat (insektida) terhadap beberapa
ekor ayap dari kasta yang sama (misalnya kasta pekerja) yang dipisahkan dari
koloninya, maka hasilnya akan sia-sia. Karena tanpa diberi racunpun mereka akan
mati. Mengeluarkan individu rayap dari koloninya, sama saja dengan membunuhnya.
Mereka hanya bisa hidup jika (dan hanya jika) mereka berada dalam masyarakatnya
(koloninya). Mengapa demikian ? Karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan
dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Ibarat seorang
penderita penyakit yang seumur hidupnya mutlak memerlukan sejenis obat yang
selalu ditelannya pada saat-saat tertentu, dan jika diumpamakan bahwa obat itu
tak dapat dibawanya ke mana-mana, hanya dapat disimpan di rumahnya, berarti ia
tak dapat meninggalkan rumahnya. Ia dapat hidup normal jika rumahnya ia
perpanjang dengan menambah lorong-lorong sempit, misalnya ke tempat kerjanya,
ke sekolah, ke pasar dsb. Dan lorong-lorong sempit yang tertutup ini merupakan
bagian dari rumahnya, di mana ia dapat memperoleh obat demi kelangsungan
hidupnya. Demikianlah halnya dengan kehidupan rayap. Hal ini dapat kita amati
pada kehidupan rayap subteran. Ia hanya dapat mencapai makanannya (bangunan
atau kayu) dengan menambah-nambah panjang "rumahnya" dengan membuat
terowongan-terowongan kembara, yaitu jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat
sarang ke arah kembara di mana makanannya berada, yang hanya dapat dilalui
sekaligus oleh sekitar 3 - 4 ekor rayap. Terowongan kembara ini ditutupnya
dengan bahan-bahan tanah sehingga pada galibnya liang-liang kembara tetap
merupakan bagian dari sarang koloninya. Dengan adanya liang-liang tertutup ini
maka praktis seluruh ruangan dari sarang rayap termasuk liang-liang kembara
merupakan lingkungan yang sangat lembab yang menjamin kehidupan rayap tanah
atau rayap subteran.Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat rayap, terdapat
beberapa istilah kunci yang perlu diungkapkan, yaitu : polimorfi,
feromon, trofalaksis, dan homeostatis. Gambar 4. Ratu rayap dikelilingi pekerja dan prajurit
(kiri) dan individu-individu rayap Coptotermes yang
bergerombol (kanan). (Arsip PSIH IPB.
Sebagian masyarakat juga sudah mengetahui bahwa dalam koloni
setiap jenis rayap, terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda,
yaitu:
1. Kasta reproduktif terdiri
atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat
membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi
betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan
lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan
telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk
itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika
koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar
sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri
koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak
penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati
bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk
"ratu" atau "raja" baru dari individu lain (biasanya dari
kasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti
ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten.
Jadi, dengan membunuh ratu atau raja kita tak perlu sesumbar bahwa koloni rayap
akan punah. Bahkan dengan matinya ratu, diduga dapat terbentuk berpuluh-puluh
neoten yang menggantikan tugasnya untuk bertelur. Dengan adanya banyak neoten
maka jika terjadi bencana yang mengakibatkan sarang rayap terpecah-pecah, maka
setiap pecahan sarang dapat membentuk koloni baru.
2. Kasta prajurit .
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan
(sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya
mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di
antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada
gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga
prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya.
Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan
pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur
melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah
bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan
mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit
musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya
mati. Mandibel bertipe gunting (yang bentuknya juga bermacam-macam) umum
terdapat di antara rayap famili Termitidae, kecuali pada Nasutitermes ukuran
mandibelnya tidak mencolok tetapi memiliki nasut (yang berarti
hidung, dan penampilannya seperti "tusuk") sebagai alat penyemprot
racun bagi musuhnya. Prajurit Cryptotermes memiliki kepala
yang berbentuk kepala bulldogtugasnya hanya menyumbat semua lobang dalam sarang
yang potensial dapat dimasuki musuh. Semua musuh yang mencapai lobang masuk sulit
untuk luput dari gigitan mandibelnya. Pada beberapa jenis rayap dari famili
Termitidae seperti Macrotermes, Odontotermes, Microtermes dan Hospitalitermes terdapat
prajurit dimorf (dua bentuk) yaitu prajurit besar (p. makro) dan prajurit kecil
(p. mikro)
3. Kasta pekerja. Kasta
ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi
dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya melulu hanya bekerja
tanpa berhenti hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari
makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi
dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan --
membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit,
sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun
kasta pekerja sendiri. Dari kenyataan ini maka para pakar rayap sejak abad
ke-19 telah mempostulatkan bahwa sebenarnya kasta pekerjalah yang menjadi
"raja", yang memerintah dan mengatur semua tatanan dan aturan dalam
sarang rayap. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya
kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang
dipertahankan. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan
konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan
kehidupan) koloni rayap.
Feromon penanda jejak dan pendeteksi makanan. Telah merupakan
suatu diktum bahwa rayap (pekerja dan prajurit) itu buta. Mereka
jalan beriiringan atau dapat menemukan obyek makanan bukan karena mereka mampu
melihat atau mencium bau melalui "hidung". Kemampuan mendeeksi
dimungkinkan karena mereka dapat menerima dan menafsirkan setiap bau yang
esensial bagi kehidupannya melalui lobang-lobang tertentu yang terdapat pada
rambut-rambut yang tumbuh di antenanya. Bau yang dapat dideteksi rayap
berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri. Feromon adalah hormon yang
dikeluarkan dari kelenjar endokrin., tetapi berbeda dengan hormon, feromon
menyebar ke luar tubuh dan empengaruhi individu lain yang sejenis. Untuk dapat
mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada didepan
mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang
keluar dari kelenjarsternum (sternal gland di
bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di
belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau
makannannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.
Feromon dasar: pengatur perkembangan
Di samping feromon penanda jejak, para pakar etologi (perilaku)
rayap juga menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon
dasar (primer pheromones ). Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/
embentukan neoten disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan
oleh ratu, yang berfungsi menghambat diferensiasi kelamin. Segera setelah ratu
mati, feromon ini hilang sehingga terbentuk neoten-neoten pengganti
ratu. Tetapi kemudian neoten yang telah terbentuk kembali mengeluarkan feromon
yang sama sehingga pembentukan neoten yang lebih banyak dapat dihambat. Feromon
dasar juga berperan dalam diferensiasi pembentukan kasta pekerja dan kasta
prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif.
Dilihat dari biologinya, koloni rayap sendiri oleh beberapa pakar
dianggap sebagai supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri dianggap sebagai
makhluk hidup, sedangkan individu-individu rayap dalam koloni hanya merupakan
bagian-bagian dari anggota badan supra-organisma itu.
Perbandingan banyaknya neoten, prajurit dan pekerja dalan satu
koloni biasanya tidak tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur memiliki
pekerja yang sangat banyak dengan jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang
lebih 2 - 4 persen). Koloni yang mengalami banyak gangguan, misalnya karena
terdapat banyak semut di sekitarnya akan membentuk lebih banyak prajurit (7 -
10 persen), karena diperlukan untuk mempertahankan sarang.
Trofalaksis:
masyarakat rayap yang terintegrasi
Rayap muda yang baru saja ditetaskan dari telur belum memiliki
protozoa yang diperlukannya untuk mencernakan selulosa. Demikian pula setiap
individu rayap yang baru saja berganti kulit tak memiliki protozoa karena
simbion ini telah keluar bersama kulit yang ditanggalkannya (karena kulit usus
juga ikut berganti). Individu rayap tersebut diberi "re-infeksi"
protozoa oleh para pekerja dengan melalui trofalaksis. Trofalaksis adalah
perilaku berkerumun di antara anggota-anggota koloni, dan saling
"menjilat" anus dan mulut. Dengan perilaku ini protozoa dapat
ditularkan kepada individu-individu yang memerlukannya. Penyebaran feromon
dasar juga diduga terlaksana melalui perilaku trofalaksis .
Strategi pengendalian
Dari uraian di muka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa untuk
menghindar atau meminimumkan kemungkinan terjadinya serangan rayap pada bangunan
perlu diperhatikan hal-hal berikut.
1. Hindari adanya bahan-bahan kayu seperti sisa-sisa tunggak pohon
di sekitar halaman bangunan, yang potensial untuk menjadi sumber infeksi rayap.
Demikian pula adanya pohon-pohon tua yang sebagian jaringan pohon maupun
akarnya telah mati merupakan sumber makanan rayap dan dapat menjadi lokasi
sarang perkembangan koloni rayap.
2. Hindari kontak antara tanah dengan bagian-bagian kayu dari
bangunan. Walaupun cara ini tidak mutlak mampu mencegah serangan rayap karena
rayap mampu membuat terowongan kembara di atas tembok, lantai dan dinding untuk
mencapai obyek kayu makanannya tetapi bagi bangunan sederhana cara ini dapat
memperlambat serangan rayap, dan adanya terowongan-terowongan dapat dideteksi.
3. Pergunakan kayu yang awet (seperti bagian teras kayu jati),
atau kayu yang telah diawetkan dengan bahan-bahan pengawet anti rayap. Untuk
kayu-kayu yang digunakan di bawah atap jenis-jenis garam pengawet seperti garam
Wolman dengan retensi yang cukup telah memadai, sedangkan bagi kayu di luar
bangunan diperlukan bahan pengawet larut minyak seperti kreosot .
4. Cara yang paling efektif adalah melindungi bangunan dengan cara
membuat "benteng yang kuat terhadap rayap" di bagian fondasi dengan
cara menyampur bahan fondasi dengan termitisida atau memperlakukan tanah di
bawah dan di sekitar fondasi dengan termitisida yang tahan pencucian
(persisten) serta memiliki afinitas dengan tanah.
5. Jika bangunan telah terserang, gunakanlah cara-cara
pengendalian yang ramah lingkungan, seperti dengan pengumpanan dan pengendalian
koloni dengan menggunakan insektisida penekan pertumbuhan kutikel seperti
heksaflumuron dsb.
Kepustakaan
Howse, P.E. 1970. Termites: A Study in Social Behaviour.
Hutchinson University Library. London. 150 p.
Harris, W.V. 1961. Termites. Their Recognition and Control.
Longmans, Green and Co. Ltd., London. 186 p.
Kofoid, C. A. (ed.). 1946. Termites and Termite Control.
Univ. of Calif. Press, Berkeley. 795 p.
Krishna, K dan F.M. Weesner (Eds.). 1969/1970. Biology of
Termites, Vol. I dan II. Academic Press, New York etc. Vol I 598 p, Vol. II 643
p.
Nandika, Dodi dan B. Tambunan. 1990. Deteriorasi Kayu oleh Faktor
Biologis. Fakultas Kehutanan IPB.
Natawiria, Djatnika. 1986. Peranan Rayap dalam Ekosistem Hutan.
Prosiding Seminar Nasional Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri, 20 Desember
1986. FMIPA-UI dan Dephut. p. 168 - 177.
Tarumingkeng, Rudy C. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak
Kayu Indonesia. Lap. L.P.H. No. 138. 28 p.
Tarumingkeng, Rudy C., H.C. Coppel dan F. Matsumura. 1976.
Morphology and Ultrastructure of the Antennal Chemoreceptors of Worker Coptotermes
formosanus Shiraki. Cell and Tissue Research (Springer Verlag) 173 :
173 - 178.
Revised 17 July 2001.
Copyright © 2001 Rudy C Tarumingkeng, PSIH IPB
Posted by: Setya Guna
Setya guna kusen, Updated at: 11:22 PM
Description: BIOLOGI DAN PERILAKU RAYAP
Rating: 3.5
Reviewer: STYA GUNA KUSEN
ItemReviewed: BIOLOGI DAN PERILAKU RAYAP
0 comments:
Post a Comment